Wednesday, April 21, 2010

Membadut untuk Menyenangkan Orang



”Halo anak-anak. Apa kabar? Om badut datang....” ucap penuh semangat perkenalan si badut berhidung bulat merah besar.

Selain berhidung bulat merah besar, badut itu tampil dengan make-up putih tebal, rambutnya ikal berwarna merah, mulutnya diwarnai merah lipstik melebihi bibir aslinya, serta kostum unik dan sepatunya tampak kebesaran. Kostum khas ala badut sulap yang dikenal sekarang ini merupakan hasil perkembangan kostum yang pernah populer di Jerman dan Inggris abad 18; gaya pantomim pickellherring.

Adalah Mochammad Sahid, seorang di balik dandanan eksentrik ciri badut itu. Sahid menekuni menjadi badut sejak SMA. Kala itu, dirinya masih aktif di Sanggar Teater bengkel Seni Jenor Koneng (Janur Kuning). Dan tawaran untuk mengisi acara perpisahan TK di Bangkalan merupakan awal karirnya.

”Kalau di Surabaya, pertama kali bermain di Hotel Mirama tahun 1991. Juga didaulat untuk mengisi acara perpisahan TK,” kenangnya.

Saat itu, Sahid tidak pergi menghibur seorang sendiri. Dia berangkat bersama sembilan temanna. Sahid masih ingat uang yang diterimanya saat itu. Hanya Rp 120 ribu dan dibagi oleh rombongan 10 orang. Hasil tersebut memang masih jauh dikatakan memuaskan untuk seorang debutan dalam jagad hiburan.

Namun orientasi Sahid dan teman-teman pada waktu itu bukan materi, melainkan kepuasan dalam menyalurkan teknik berteater. Khusus untuk Sahid, kegemarannya akan dunia teater telah tumbuh sejak SMP, manakala dirinya mendapatkan nilai-nilai dramaturgis pertama kali di komunitas teater sekolah; Teater Daster.

Badut atau clown merupakan penjaja jalanan tertua. Konon sejak jaman Yunani Kuno, badut telah lama eksis. Sedari dulu muka badut memang selalu dirias dengan mimik-mimik lucu. Beberapa bumbu konyol gerak slapstik semakin membuat badut tampak kian menarik dan menghibur. Dewasa ini, kepiawaian bermain sulap menambah deret kemampuan badut. Dari tahun ke tahun, badut memang dituntut selalu menampilkan kreasi terbaru.

Beruntung, badut tergolong serumpun kaum komedian. Maksudnya, fleksibilitas yang dimiliki para komedian dalam menerima fitur bidang lain bisa juga diaplikasikan bebas oleh badut. Tidak ada yang haram masuk menjadi tubuh badut. Dan badut tidak mengenal istilah konservatif.

Dalam prespektif seperti ini, dikentarai kolaborasi antara hiburan badut yang konyol dengan sulap dilakukan demi menghindari hiburan yang sifatnya monoton. Meminjam karakter komik untuk dijadikan bahan kostum badut pun merupakan kepekaan atas jaman agar dapat menampilkan komedi segar. Hal seperti ini wajib disadari oleh orang yang bergelut di dunia perbadutan.

Selama menekuni dunia badut sulap, Sahid mengaku lebih sering merasakan senang daripada duka. Jika diprosentase sekitar 70:30. Senangnya karena melucu dapat uang. Sedangkan susahnya apabila diminta mengisi acara ulang tahun anak setahun. Dan orang yang meminta khusus untuk acara pribadi alias dikonsentrasikan menghibur beberapa orang saja.

surabayapost.co.id

No comments:

Post a Comment